Kamis, 15 Desember 2016

Buat Apa Hidup?



Sering kali kita berfikir, buat apa kita hidup? Pertanyaan yang dasar tapi mempunyai makna yang sangat luar biasa. Bermulai dari sebuah sekolah yang menanamkan disiplin dan kehidupan bermasyarakat. Tak terhitung betapa banyak masa kecil yang tersita untuk belajar, dan pada akhirnya mendapatkan gelar.
Setelah usai mendapat gelar, panggilan kerjapun terngiung-ngiung di telinga kita. Mengantri dan bersaing dengan ribuan orang bahkan berjuta-juta untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Setelah beragam tes dijalani, masuk dalam daftar karyawan.
Merintis karir dan profesionalisme. Tenggelam dalam tumpukan kerja, stress, frustasi pun dialami. Karir beranjak baik dan menuai banyak uang. Seiring berjalan waktu, belahan jiwapun dipertemukan oleh sang Maha Kuasa. Arungi bahtera menuju sakinah, mawaddah, wa rahmah. Diberi sebuah amanah, generasi penerus yang diidamkan.
Memanfaatkan waktu sebaik mungkin, hidup bermasarakat atau besosialisasi dengan masyarakat sekitar. Menjadikan diri sebagai bintang dimanapun keberadaannya. Kaya raya pun benar-benar terjadi. Tetapi, rasanya waktu terlalu singkat untuk memenangkan arena secara sempurna.
Ketika sedang berjaya-jayanya, seseorangan mengatakan aku tidak berarti. Rasanya hati dan otakku hampir gila. Hancur, pasti.  Tak seorang pun menemaniku di kala duka. Aku merasa menjadi sampah. Waktu berjalan begitu lambat. Pikiran gelap, semua berkabut. Malu pada diri sendiri. Menunggu waktu kapan berakhir.
Dari sepenggal paragraf di atas, aku harus mempunyai orientasi hidup. Aku hidup tidak hanya di dunia, tetapi juga selamanya di akhirat. Aku harus sukse dunia dan akhirat dengan mengabdikan diriku untuk sang Kholiq, menyinari manusia di kegelapan hidup, memberi manfaat kepada umat, mendoakan bapak dan ibuku, serta menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Karena aku yakin di sana ada surga, kebahagiaan.
Dengan ini, aku akan menikmati hidup. Mencintai dan dicintai semua orang, memanfaatkan waktu sebaik mungkin dalam persahabatan, serta banyak tantangan dan petualangan yang dihadapi. Aku tidak boleh terlena dengan musik jahiliyah.
Sebenarnya aku agak ragu, tapi aku harus yakin bahwa aku bisa. Waktu tak akan mampu menghentikanku, bahkan sekalipun aku telah pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar